Delapan Hal-hal berikut ini yang bisa menjerumuskan manusia dalam lubang ghibah dan cara terbaik dalam menghindari atau terapinya. Ada delapan hal yang dikupas di bawah ini, sebagai sebuah perumpamaan bagi seseorang yang sering melakukan ghibahnya, baik yang disengaja, maupun yang tidak ia sengaja. Mengapa harus demikian ? Sejatinya manusia, adalah makhluk yang disemurnakan dengan akal dan juga pikiran. Namun, kesempurnaan itu, lantas jangan membuat manusia, lupa, sombong, dan takabur, serta berlomba-lomba dalam memperkaya diri, atau mengaktualisasi diri, tanpa memperhatikan batasan-batasan dan cara yang baik dalam mencapainya.
Hal-hal Yang Bisa Menjerumuskan
Manusia Dalam Lubang Ghibah dan Cara Terbaik Menghindarinya :
1. Bermain-Main
Pada Hal Menimbulkan Tawa
Dalam hal ini, seseorang mencoba memancing tawa dengan
orang lain lawan bicaranya, dengan membicarakan pihak ketiga, dimana yang dibicakan
ditirukan gaya atau perilakunya yang menurutnya lucu atau bahkan membuat lucu
lawan bicara nantinya. Menirukan dalam konteks perilaku, logat, cara bicara,
kekurangan yang dimiliki, dan lain sebagainya
Cara terapinya, adalah dengan mengingat dan
membayangkan kembali jika orang tua kita, saudara kita teman kita, atau bahkan
kita rela menjadi bahan ejekkan ? Bukankah Rasulullah SAW telah bersabda, bahwa
:
وَعَنْ بَهْزِ بْنِ حَكِيمٍ, عَنْ أَبِيهِ, عَنْ جَدِّهِ:
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم( وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ, فَيَكْذِبُ
; لِيَضْحَكَ بِهِ اَلْقَوْمُ, وَيْلٌ لَهُ, ثُمَّ وَيْلٌ لَهُ ) أَخْرَجَهُ اَلثَّلَاثَةُ,
وَإِسْنَادُهُ قَوِيٌّ
Artinya:
Dan dari Bahz bin Hakim, dari ayahnya, dari kakeknya radhiyallahu’anhu berkata:
Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa Sallam bersabda: “Celakalah orang yang
berbicara dengan sesuatu yang dusta agar kaumnya menertawakan ucapannya.
Celakalah dia, lalu celakalah dia.” Dikeluarkan oleh Imam Tiga, dan Sanadnya
kuat. (HR. Abu Daud ( 4990) dalam al-Adaab, bab Fii at-Tasydid Fii al-Kadzib)
2. Iri
Dengan Menggunjingkannya
Dalam hal ini, seseorang merasa iri atas apa yang
dimiliki, diporeleh, atau bahkan apapun yang menjadi hak dari pihak ketiga.
Sehingga orang tersebut membicarakan irinya tersebut dengan memberikan bumbu
lain yang akan menimbulkan lawan bicaranya menjadi kurang simpati, kurang menyukai,
dan sebagainya, terhadap pihak ketiga yang dibicarakan.
Cara menghindarinya, adalah dengan menjauhkan sifat
iri tersebut dari dalam tubuh ini. Mulailah untuk selalu bersyukur terhadap apa
yang kita miliki, dan cobalah untuk bahagia ketika teman lain juga sedang
bahagia, serta bersedih ketika teman lain sedang mendapat musibah atau cobaan.
Bukankah Kita sudah diberi penjelasan hendaknya orang
yang merasa iri tersebut merenungi sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa
Sallam, bahwa :
لا يَجْتَمِعَا نِ فِي قَلبِ عَبْدٍِ : الإ يْمَا نَ والْحَسَدُ
Artinya:
“Dua hal yang tidak akan berkumpul dalam hati seseorang adalah iman dan
dengki" (Bagian dari hadist yang diriwayatkan Iman Nasa’i dan yang
lainnya, hadist ini diambil dari Shahih Sunan An-nasa’i no. 2912)
3. Keinginan
Meninggikan Pamornya
Dalam hal ini, seseorang mencoba ingin mengangkat pamornya,
meninggikan derajatnya dimata manusia lain, namun dengan cara-cara yang salah.
Yaitu, dengan menjelek-jelekkan orang lain baik aib, kekurangan, atau hal-hal
lain guna merendahkan pihak ketiga tersebut. Sebagai contoh, dengan mengatakan “Si
Fulan Bodoh, Lemah !"
Cara terapinya adalah dengan kembali kepada Allah SWT,
apa yang dimili-Nya jauh lebih kekal dan yang paling baik. Bukankah Kemuliaan
seorang hamba dimata Allah SWT lebih menjadi tujuan utama kita di muka bumi
ini.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam surat Al-Baqarah
ayat ke 216.
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ
لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا
شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ
"diwajibkan atas kamu berperang, Padahal
berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh Jadi kamu membenci sesuatu,
Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu,
Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Q.S Al-Baqarah : 216).
Dalam hal ini, seseorang sengaja membicarakn pihak
ketiga kepada setiap lawan bicaranya, sebagai sebuah cara melampiasan kemarahan
atas dirinya dengan pihak ketiga.
Cara terapinya adalah dengan mengingat kembali
bagaimana manusia dituntut untuk bersikap dan berperilaku sesuai yang diajarkan
Rasulullah SAW.
Bukankah Allah Ta’ala telah berfirman dalam Al-quran
Surat Al-‘Imran ayat 133-134 :
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ
وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ
وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ
الْمُحْسِنِينَ
“ (133)
dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya
seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (134), (yaitu) orang-orang yang
menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang
yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Q.S
: Ali Imran 133-134).
Dalam hal ini, seseorang yang menenggur, merasa bosan,
atau bahkan jenuh dengan aktivitasnya yang biasa-biasa saj mencoba menghilangkannya
dengan membicarakan pihak ketiga, dengan lawan bicaranya. Baik dalam hal
membicarakannya, mencampuri urusannya, membicarakan kekurangan atau bahkan
aibnya.
Cara terapinya adalah dengan
menyibukkan diri pada hal-hal yang lebih bermanfaat dan lebih baik. Kembalilah pada
mengingat dan selalu taat kepada Allah SWT, jika bosan dengan aktivitas, maka
berwudhulah dan belajarlah Al-qur’an atau lebih baik tidur, daripada harus
membicarakan orang lain yang malah akan memberikan mudharat bagai diri sendiri.
Sebagaimana Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa Sallam pernah bersabda :
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنهقَالَ: قَالَ رَسُولُ
اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم
(مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ اَلْمَرْءِ, تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ
)رَوَاهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَقَالَ حَسَنٌ
Artinya:
“ Dan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Diantara baiknya islam adalah meninggalkan hal
yang tidak berguna,” (Diriwayatkan oleh Turmudzi, dan berkata Hasan).
Dalam hal ini, sesorang melalukan sebuah pembelaan
atau membantu teman untuk melakukan ghibah,
karena keinginan dalam mempertahankan keharmonisan dan kekhawatiran jika
mengingkarinya akan merasa berat pada teman tersebut.
Cara terapinya adalah dengan mengingat kembali Sabda
Rasulullah SAW. Yang Artinya:
“Barang siapa meminta keridhaan orang dengan sesuatu yang dimurkai Allah, maka
Allah akan menyerahkan urusannya kepada manusia.” (Bagian dari hadist yang
diriwayatkan Imam Tirmidzi dan yang lainnya, lihat kitab Takhtij Attahawiyah
(278).
Dalam hal ini, sesorang ingin terlepas dari sesuatu
yang menipanya dengan membalikkan kepara pihak ketiga, sehingga dia menyebut pihak
ketiga yang telah melakukannya agar dia selamat. Dia menyebut orang lain bahwa
orang itu juga terlibat melakukannya, agar dengannya dia bisa meringankan uzur
darinya.
Cara terapinya adalah kembali memposisikan diri
sebagai hamba yang taat kepada Allah SWT, bersikap dewasalah dan bertanggung
jawab. Seperti apa yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Dalam hal ini, sesorang mencoba mendekati orang yang
mempunyai kuasa atas pekerjaan atau sebuah proyek dan penanggungjawabnya dengan
cara mencela orang –orang yang bekerja sama bersamanya, agar orang tersebut
bisa naik jabatan yang lebih tinggi atau agar dipuji, dsb.
Cara terapinya adalah agar seorang muslim
mengingat ayat-ayat dan hadist-hadist tentang rizeki, lalu renungkanlah
bahwasannya apa yang dimiliki Allah Ta’ala tidak diperoleh dengan cara yang
diharamkan Allah Ta’ala.
Dengan memperhatikan keseluruhan 8 Hal di atas yang banyak menjerumuskan manusia untuk melakukan Ghibah ! dan cara terapinya , Diharapkan, kita umat manusia lebih berhati-hati dan memantapkan diri dalam perbuatan yang baik dan bernilai ibadah, serta menjauhkan diri dari ladang dosa dan keburukan.
Baca Juga :
DAFTAR RUJUKAN
- Ahmad Dr. Farid, 1428 H, Olahraga Hati cetakan ,
1 Penerbit Aqwam : Solo
- Shalih Al Munajjid Syaikh, 2007, Dosa-dosa yang
Dianggap Biasa, Penerbit Darul Haq: Jakarta
- Al-Wayisyah Husain, 2007, Saat Diam Saat Bicara
Manajemen Lisan, Penerbit Darul Haq: Jakarta
- Al-Maqdisy, Ibnu Qudamah, 2008, Minhajul Qashidin
cetakan 1 Penerbit: Pustaka as-Sunnah: Jakarta
- An-Nawawi Imam Muhyiddin, 2007, Syarah Hadits
Arba’in Penerbit Pustaka Arafah: Solo
- Ibnu Katsir Al-Imam, 2006, Tafsir Ibnu Katsir, Penerbit
Pustaka Imam Syafi’i: Bogor
- Ibnu Hajar Al-Asqalani Al-Hafidz, 2006, Bulughul
Maram, Penerbit Pustaka Al Kautsar: Jakarta
- Shalih Al Munajjid Syaikh, 2007, Dosa-dosa yang
Dianggap Biasa, Penerbit Darul Haq: Jakarta
Tidak ada komentar: