Allah senantiasa memberikan
rezeki kepada Hamba-Nya. Baik yang Muslim maupun yang kafir, sama sekali tidak
dibedakan dalam pemberian rezeki, hanya Ketaqwaanlah yang membedakan antara
yang muslim dan yang kafir. Tidak ada selain Allah yang mampu memberikan rezeki
kepada manusia, sesuai firman Allah Ta’ala,
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا نِعْمَةَ
اللَّهِ عَلَيْكُمْ هَلْ مِنْ خَالِقٍ
غَيْرُ اللَّهِ يَرْزُقُكُمْ مِنَ
السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
“Hai
manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah Pencipta selain Allah yang
dapat memberikan rezki kepada kamu dari langit dan bumi?” (QS. Fathir: 3).
Dari Firman Allah tersebut secara
gamblang disebutkan bahwa segala nikmat telah Allah berikan untukmu dari langit
dan bumi. Menurunkan rezeki dari langit dan mengeluarkan rezeki dari dalam
bumi, tidak ada yang bisa melakukan selain dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Meskipun
Allah sudah memberikan rezekinya, bukan berarti kita sebagai Hamba-Nya malah
pasif. Justru sebaliknya sebagai bentuk rasa syukur atas segala nikmat yang
telah Allah berika, maka kita seharusnya menjemput rezekiNya tersebut. Dalam menjemput
rezeki setiap muslim mesti memperhatikan dua hal berikut.
Pertama, Rezeki yang
didapatkan mestilah rezeki yang baik. Dalam surat Al-Baqarah ayat 172 Allah Azza
wa Jalla berfirman
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا
مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا
لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ
تَعْبُدُونَ
Hai orang-orang yang beriman,
makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan
bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah. (Q.S Al-Baqarah
:172).
Memakan rezeki yang baik dan
kemudian menyukuri nikmat Allah tersebut menunjukan keimanan dari setiap
muslim. Baik disini dalam artian bahwa rezeki yang kita dapatkan itu
halal,bersih dan lurus serta tidak mengandung kedurhakaan kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
Kedua, selain rezeki yang
kita dapatkan merupakan rezeki yang baik. Cara kita untuk memperolehnya pun
dilakukan dengan cara yang baik pula. Islam melarang segala hal yang dzalim
dalam mendapatkan rezeki. Seperti mengurangi timbangan, riba, penipuan dan
sebagainya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman
وَيْلٌ
لِلْمُطَفِّفِينَ﴿١﴾الَّذِينَ
إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ﴿٢﴾وَإِذَا
كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ﴿٣﴾أَلَا
يَظُنُّ أُولَٰئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ﴿٤﴾لِيَوْمٍ عَظِيمٍ﴿٥﴾يَوْمَ يَقُومُ
النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
Artinya : “Kecelakaan besar bagi
orang yang curang. Yaitu orang yang menerima takaran, harus dipenuhi. Dan
apabila mereka menakar, mereka akan mengurangi. Tidakkah orang-orang yakin
mereka dibangkitakan pada hari yang besar yaitu hari saat manusia menghadap
Rabb semesta alam” (QS. Al-Muthaffifin 1-6)
Selain itu Rasulullah SAW
bersabda :
افلا
جعلته فوق الطعام كى
يراه الناس؟ من غش
فليس منا (رواه مسلم
و ترمذى
“Kenapa engkau tidak
meletakkannya di atas agar bisa dilihat oleh pembeli? Barang siapa yang menipu,
ia bukan termasuk golonganku. (Hadits riwayat Muslim dan Turmudzi)”
Dan termasuk dalam kategori
menipu ialah seseorang menjual barang miliknya yang cacat, tetapi ia tidak
menjelaskannya kepada pembeli dengan jujur. Serta segala hal bentuk penipuan.
Astagfirulloh..
BalasHapus